TikamPost.id, Tahuna – Sejumlah jurnalis di Kabupaten Kepulauan Sangihe menyayangkan tindakan pelarangan peliputan yang dialami salah seorang wartawan saat hendak meliput kegiatan rapat di RSUD Liun Kendage Tahuna, pada pekan ini. Insiden tersebut dinilai sebagai bentuk pembatasan terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Peristiwa ini dialami oleh Charles Balanehu, S.Th., M.Pd.K, wartawan sekaligus Pemimpin Redaksi media online matabhayangkara.com. Ia mengaku tidak diperkenankan meliput rapat antara pihak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Pimpinan DPRD Sangihe, Dinas Kesehatan Daerah, dan manajemen RSUD Liun Kendage Tahuna.
“Padahal rapat tersebut membahas topik umum terkait pengawasan dan pelayanan rumah sakit. Tidak ada agenda tertutup,” ungkap Charles saat dimintai keterangan, Jumat (tanggal dan waktu kegiatan).
Menurut informasi yang dihimpun, larangan tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Humas Pemkab Sangihe, Veronika Maya Budiman. Tindakan ini kemudian menuai sorotan dari sejumlah wartawan di Sangihe yang menilai bahwa pelarangan tersebut bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan kebebasan pers.
“Pers berhak meliput kegiatan publik sepanjang tidak mengganggu jalannya kegiatan dan sesuai dengan kode etik jurnalistik,” ujar salah satu perwakilan Solidaritas Wartawan Sangihe dalam keterangan tertulisnya.
Insiden ini menambah daftar kasus dugaan pembatasan aktivitas jurnalistik di wilayah Kepulauan Sangihe. Sebelumnya, wartawan TikamPost.id, Mike Towira, juga sempat mengalami tindakan serupa saat melaksanakan tugas peliputan oleh pihak Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna.
Para jurnalis di Sangihe menyatakan keprihatinan atas kejadian ini dan berharap pemerintah daerah menghormati fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi.
“Kami meminta agar Pemkab Sangihe membuka akses informasi publik dan menghentikan segala bentuk intimidasi maupun pelarangan terhadap kerja jurnalistik,” tegas pernyataan bersama kelompok jurnalis tersebut.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi. Selain itu, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Pernyataan Pimpinan Redaksi TikamPost.id
Menanggapi peristiwa tersebut, Yasin Kesuma selaku Pimpinan Redaksi TikamPost.id menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan hak konstitusional yang dilindungi undang-undang.
“Setiap bentuk pelarangan atau intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi dan hak masyarakat atas informasi,” tegas Yasin.
Ia menambahkan, pihaknya mendukung langkah solidaritas sesama jurnalis untuk menjaga marwah dan independensi pers di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Penulis : Mike Towira
Editor : redaksi tikamPost